Living Outside The Box



Selama ini aku hidup dalam kotak yang hangat. Kotak yang terfasilitasi sedemikian rupa sehingga untuk memindahkannya saja aku tidak perlu mengangkatnya sendiri, aku cuma perlu memanggil tangan-tangan dingin yang selalu menemaniku kemanapun aku pergi, dan kotak ini akan berpindah tempat sesuai mauku. Di dalam kotak ini ada banyak sekali barang-barang untuk membantuku bertahan hidup. Sekali lagi, semua hal yang ada di dalam kotak ini ada karena bantuan tangan-tangan dingin milikku. Hebat, bukan? Tentu saja. Tangan-tangan itu memang sangat luar biasa. Tanpa mereka, aku tak akan dapat hidup sentosa di dunia. 

Kembali ke kotak. Barang apa saja yang ada di dalam kotak tersebut? Oh, tentu banyak sekali. Ada baju-baju bagus, sepatu-sepatu lucu, lemari pakaian yang isinya lengkap, kasur yang empuk, buku-buku bacaan menarik yang tidak pernah habis untuk aku baca, boneka-boneka besar dengan bulu yang lembut dan halus, berbagai macam hewan peliharaan yang sangat perhatian, hingga sebuah dapur dengan alat-alatnya yang lengkap dan tajam-tajam. Semua barang, segala macam kebutuhan, semuanya ada di dalam kotakku yang sangat menyenangkan ini, dan selalu membuatku malas untuk keluar dari dalam kotak. 

Namun, suatu ketika, aku mendapatkan sebuah mimpi. Di dalam mimpi tersebut ada sebuah kertas melayang, jatuh perlahan tepat di atas kepalaku. Permukaan kertas itu sangat halus dan tinta yang dipakai untuk menulis di kertas itu begitu menyilaukan. Baru kali ini aku mendapat surat bertinta emas. Kemudian, aku baca tulisan di kertas itu. Tulisan itu tidak begitu jelas, namun aku bisa membacanya dan aku mengerti maksudnya. Surat itu berkata bahwa aku harus keluar dari kotakku.

Aku bimbang dan ragu. Bingung dan senang. Takut dan penasaran. Selama ini aku memang selalu ingin untuk pergi jauh meninggalkan kotakku yang begitu kucintai karena terkadang aku merasa bosan ketika hidup di dalamnya. Aku selalu dimanjakan dengan tangan-tangan dingin milikku, aku ingin belajar menghidupi diriku sendiri tanpa bantuan mereka. Biar mereka mendoakanku dari jauh saja, selebihnya hidupku ini akan kulanjutkan dan aku perjuangkan sendiri. Doa-doa mereka akan selalu menyertaiku dan itulah yang membuatku berhasil selama ini.

Setelahnya, aku teringat akan segala hal di dalam kotakku. Begitu berwarna, saling melengkapi, dan saling menguatkan. Berat sekali meninggalkan kotak itu. Aku harus mengepak barang-barang kebutuhanku ke dalam tas; semua barang yang aku perlukan untuk kehidupanku yang sama sekali berbeda dengan kehidupan di dalam kotak.

Pikiranku tertuju kembali tentang mimpi itu. Tulisan di dalam surat sangat meyakinkanku untuk segera pindah dari kotak. Aku semakin bimbang sebenarnya, karena banyak hal di dalam kotak yang tidak dapat aku tinggalkan begitu saja. Lalu, aku harus bertindak apa? Aku sangat bingung. 

Baiklah, tangan-tangan dingin tadi menghampiriku dan berkata bahwa dunia ini tidak sempit, dunia ini luas, dan dunia di luar kotak akan lebih membuatku belajar banyak hal tentang hidup dan menikmati dunia dengan seutuhnya. Aku akan menemukan pengganti isi-isi kotak yang baru; hewan peliharaan kesayangan yang baru, kasur dan sofa yang mungkin lebih empuk, baju yang mungkin lebih usang dan lusuh; pokoknya segalanya. Memang tidak akan sama dengan isi kotak yang lama, namun pasti semuanya akan tergantikan. 

Aku merenung, memejamkan mata, dan berdoa. Aku sudah yakin sepenuh hati untuk meninggalkan kotak.

Aku kemudian beranjak pergi, sambil mencium tangan-tangan dingin tadi, berpamitan dengan seluruh isi kotak, melambaikan tanganku dan menatap mereka lekat-lekat. Lalu aku pergi, melangkah, meninggalkan mereka semua.

Dan kini, di sinilah aku, menulis tentang perjalananku meninggalkan tempat yang paling aku cintai di dunia. Kini aku berada dalam sebuah kotak baru yang isinya masih berantakan, belum saling melengkapi, dan sedikit kacau. Bahkan ada beberapa sisinya yang berlubang. Semoga aku bisa segera memperbaikinya. Terkadang aku masih merindukan kotakku yang lama.