Antigone

Antigone adalah cerita terakhir dari sebuah trilogi karya Sophocles, Oedipus Rex. Kisah paling pilu dalam sejarah Yunani; tragedi manusia yang tiada terpikir dan terbayang oleh sebangsa makhluk apapun. Kehinaan dan dipermalukan. Ketidakadilan dan kehausan akan tahta tertinggi dalam kehidupan dunia: kekuasaan. Namun, terbangun dengan keberanian; kesadaran; dan rasa kemanusiaan yang tinggi; Antigone, seorang wanita tangguh, berani, dan tidak takut akan kediktatoran penguasa yang semena-mena, membela kemanusiaan, membela keadilan untuk sang kakak tercinta, menentang kekuasaan, seorang diri.

Terkisah, di sebuah daerah subur di Yunani, negara Thebes sebutannya, begitulah daerah itu terpimpin oleh seorang raja yang dicintai begitu sangat dengan rakyatnya; tetapi sebenarnya hidup dalam kebohongan besar dan berkubang dalam dosa berlarut. Ya, ialah Oedipus Raja. Sampailah ia pada kejatuhan Thebes yang tak akan pernah bisa dihindar oleh seorangpun; karena ini telah tertulis dalam kitab Dewa-Dewi Bacchus. Oedipus dikeluarkan dari Kerajaan Thebes, menyeret diri keluar tanah kelahiran tercinta, bersama kedua putrinya, Antigone dan Ismene. Kekuasaan jatuh ke tangan kedua putra sulungnya. Polyneikes dan Eteokles, yang atas perintah kerajaan akan memegang tahta Thebes, setahun-setahun, bergantian. Apa dinyana, ramalan kembali berbicara, dua putra Oedipus gugur dalam perang saudara berlarut karena Eteokles meningkahi masa jabatan sang kakak, Polyneikes. Polyneikes kala itu telah bersekutu dengan Argos untuk menjatuhkan Eteokles; berkhianat pada Thebes. Setelah kejatuhan itu, hak kekuasaan diberikan kepada Kreon: adik ipar Oedipus, yang dengan tangan besinya mengeluarkan dekrit tak biadab: Eteokles adalah pahlawan bagi Thebes, maka ia akan dikubur dengan layak dan upacara, sedangkan Polyneikes yang dianggap sebagi musuh negara, dibiarkan membangkai di tengah padang; busuk; dimangsa gagak dan anjing-anjing. Jika seorang berani menguburkan Polyneikes, hukuman mati akan menjadi takdir hidupnya.

Tidak terima akan ketidakadilan yang menimpa keluarganya, Antigone berteguh hati ingin menguburkan jenazah Polyneikes. Ia turut mengajak Ismene, namun Ismene menolak. Ismene terlalu takut untuk membangkang perintah Kreon; pamannya sekaligus Raja Thebes. Hingga Antigone akhirnya mengerahkan semua seorang diri; pergi ke padang luas, mengubur sang abang dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ia tidak takut dengan undang-undang yang disuarakan Kreon; tidak takut pada kediktatoran penguasa.

Perbuatannya diketahui oleh Kapitan, dan Kapitan pun melaporkan pada sang Kreon Diraja. Tanpa banyak menimbang, Paduka Kreon langsung menjatuhkan hukuman mati pada Antigone. Ia akan dimasukkan ke dalam gua, dibiarkan mati di dalamnya. Rakyat Thebes merasa pedih, diam-diam mereka membela Antigone. Melihat apa yang terjadi, Haemon, putra Kreon sekaligus tunangan Antigone, berniat membukakan hati ayahnya agar ia mendengar suara hati rakyat Thebes. Sayang, Kreon tetaplah Kreon, apa yang telah diputuskannya tak akan ia rubah. Haemon merasa tiada didengar pun dihargai oleh sang ayah, dan ia minggat dari Kerajaan. Bangkitlah Eurydice, Permaisuri Sri Raja, menentang Kreon pula demi membela putranya, Pangeran Haemon yang minggat akibat tak rela melihat kekasihnya mati sia-sia karena kebiadaban ayah sendiri. Namun Kreon tetap berhati batu, suara hati dan rasa keibuan sang istri pun tak diindahkannya. 

Sampai akhirnya, datanglah Tiresias bersama pengikutnya, ialah tiga orang Trubadur, menghampiri Kreon menyuarakan takdir dan kebenaran. Nasib Thebes yang telah tertulis dalam hukum Dewata. 

"Bahwa Kreon telah menyia-nyiakan dua nyawa dan akan membayar dua nyawa pula dari rumahnya sendiri."

Kreon tergugah, merasa galau. Dipanggilnya para Senator, namun tiada sangka, Senator pun juga memberitakan bahwa kekacauan telah terjadi di Thebes karena rakyat memberontak semakin liar, meminta Antigone dibebaskan dan Polyneikes dikuburkan dengan upacara yang layak. Kreon akhirnya berdiri di atas langgaran dekritnya sendiri: membebaskan Antigone dan menguburkan Polyneikes dengan semestinya.

Semua rakyat bahagia menyambut kembalinya pahlawan mereka. Wajah cerah nan merekah menghiasai setiap lekuk, raut muka setiap orang. Mereka berdiri tak sabar di depan gua, menyeru nama Antigone tanpa ragu.

Ya, salah, kutukan Dewata  tak akan pernah salah dan takdir mana mungkin bisa ditawar. Antigone telah meregang nyawa, gantung diri di dalam gua. Semua terhenyak. Kreon ternganga. Haemon turut mengikuti sang tunangan pergi; menusuk dirinya sendiri di hadapan Kreon Diraja dan seluruh rakyat Thebes. Eurydice pun tak kuat menahan rasa sakit hati, menghunus pisau ke perutnya demi membela sang anak dan tunangan sang anak yang sangat dicintainya. Dewata sungguh benar: Kreon telah menyia-nyiakan dua nyawa dan ia telah membayarnya dengan dua nyawa pula dari rumahnya. Paduka Kreon telah hilang rohnya, menjadi gila, bagai binatang: meraung penuh kehinaan, terasingkan dalam kebencian, terbuang dari peradaban manusia manapun di dunia, tak pantas menerima hal paling esensial dalam kehidupan ini: kemanusian.......



Poster of our theater performance. 28th of April 2012, Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta.


MANUSIA HARUS DIMANUSIAKAN
MANUSIA BUKANLAH HEWAN YANG BISA DIBANGKAIKAN